Story of a Broken Home Kid [Inspired by: Azka Corbuzier]
{*np. Tamia – Officially
Missing You}
Sekitar 2 hari lalu, gue
iseng buka YouTube dan melihat ke kategori, ‘Langganan Saya’. Setelah scroll
down gue menemukan satu video yang menurut gue interesting to watch.
Video itu adalah video yang di upload oleh salah satu youtubers yang gue
subscribe (you don’t say,sya), Azka Corbuzier. Buat yang belum tau Azka
Corbuzier ini adalah anak dari Deddy Corbuzier dan sekarang jadi Youtubers.
Kenapa gue subscribe? Gak ada iseng aja.
Video itu rekaman dari
talkshow ayahnya, Hitam Putih. Di episode ini, pokoknya Hitam Putih merayakan
ulang tahunnya Azka, Singkat cerita ditengah-tengah acara, Nycta Gina (Co Host)
bilang kalau Azka ternyata baru aja buat video yang menceritakan kisah dia
sebagai broken home kid, mulai dari saat ayah ibunya pacaran sampai mereka
memutuskan untuk berpisah. Penasaran, gue langsung nonton videonya. Dan guess
what. Gue kembali tercengang.
Buat yang penasaran bisa
langsung di check disini: Story
of a Broken Home Kid
Melalui video tadi,
ribuan memori kelam yang udah gue kubur dalam dalam kembali terlintas di
pikiran. Dimana saat gue, pernah menjadi Azka. Jadi disini gue ingin berbagi
cerita tentang masa masa itu dan how do I deal with it.
This is, My story as A
Broken Home Kid.
Masa kecil gue berjalan
sangat menyenangkan. Berkesempatan jalan keluar negeri, sekolah di sekolah yang
bisa dibilang bagus, memiliki orang tua yang penyayang dan adik adik yang
menggemaskan. Hidup gue bisa dibilang berkecukupan, kasih sayang dan materi.
Tapi, itu hanya dapat gue rasakan selama 9 tahun hidup di dunia. Mengonjak umur
10 tahun, Mama dan Papa mulai sering bertengkar tentang hal yang gue gak tau
apa. Yang gue tau saat itu hanya mereka berteriak satu sama lain dini hari
setelah papa pulang kerja. Gue yang masih kecil itu gak tau apa apa, cuma bisa
nangis.
Mulai dari mama banting
barang sampai mama kabur dari rumah sudah pernah gue hadapin. Gue saat itu terus
menyalahkan keadaan. Ini gak adil. Untuk anak umur 10 tahun, deal with this
condition itu sama sekali gak adil, pikirku. How do I supposed to deal with
that shit with me, only just a 10 years old girl. Dengan situasi rumah seperti
ini, sedikit banyak menggangu konsentrasi di sekolah. Pelajaran buyar, rangking
turun semuanya kacau. Masalah tadi terus berkumpul dan bercengkrama di pikiran
gue. Hansya yang periang, sekarang jadi Hansya yang banyak pikiran.
Mama, jadi gak se
bahagia dulu. Papa, jarang berada dirumah. Gue dan adik-adik gak bisa berbuat
apa-apa. Kita terlalu kecil buat ikut campur urusan ini. Mama yang setiap
sholat pasti nangis, kadang membuat hati kecil gue juga ikut menangis. Siapa
yang kuat melihat ibunya menangis? Gak ada. Mama, gak pernah menutupi masalah
ini dari anak-anaknya. Katanya, biar mereka tau saja dan juga bisa paham dengan
keadaan. Tapi, itu hanya membuat gue semakin stress. Dan percaya sama gue, you
never know how it feels to be me. Sucks. Pengen rasanya gue teriak depan mereka
untuk berhenti bertengkar didepan gue, ganggu.
Mama dan Papa memang
sempat berpikiran untuk berpisah cuma belum sah. Masih satu atap, beda ranjang.
Masih belum paham, kenapa semuanya harus terjadi. Gue, juga sempet bener bener
benci banget sama Papa karena ini, dan sering gak omongan karena sangkin gak
pegennya gue liat papa.Tapi yang paling menyebalkan adalah, gue anak paling
besar. Semuanya mengandalkan gue. Mama, Papa, Adik, Keluarga semuanya
mengandalkan gue.
“Kamu
yang paling besar, jelasin ke adek mu tentang ini.”
“Kamu yang paling besar, bilang sama Papa….”
“Kamu yang paling besar, bilang sama Mama…”
“Kamu yang paling besar harusnya bisa berpikir dewasa..”
Like,
gue masih umur 10 tahun. How am I supposed to do all that things. Pikir dewasa?
Gue bahkan belum datang bulan.
Yang ada di otak gue
(sebagai anak 10 tahun) adalah :
- Kalau orangtua pisah, gue harus ikut siapa.
- Kalau ikut mama, gak bisa ketemu papa.
- Kalau ikut papa, gak bisa ketemu mama.
- Kalau papa ntar gak ngebiayain gue, gue makan
apa.
Jadi bisa dibayangkan
se-drama apa pikiran gue saat itu.
Banyak yang nanyain.
“Gimana rasanya jadi anak brokenhome?” Pertanyaan yang gak
bisa gue jawab. Perasaannya campur aduk. Kesel, sedih, marah. Tapi, brokenhome
membuat gue belajar mandiri, dewasa, dan berpikrian panjang. Semua ini menuntut
gue untuk lebih cepat dewasa. Terlebih gue masih umur 10-11 waktu
itu. Gue gak pengen, siapa yang salah kenapa imbasnya ke gue. Udah gak adil
makin gak adil aja. Gue mau semuanya bahagia. Mama, Papa, Adik-adik. Walaupun bahagia tadi
menuntut Mama dan Papa untuk tidak bersama lagi, gak apa apa. Asal mereka
bahagia.
Sekarang? Kita bahagia.
Setelah papa sudah bisa beraktifitas normal setelah sakit (Papa sempet stroke
tahun lalu), Mama memutuskan untuk berpisah sama Papa. Sedih? Mungkin iya. Tapi
semua itu terbayar karena sekarang sudah bisa melihat Mama yang bahagia,
gendut, gak kayak dulu lagi. Bisa melihat papa, doing his thing dengan normal
itu bahagia sekali.
Satu satunya yang
menyebalkan dari menjadi anak brokenhome adalah, melihat keluarga lengkap yang
bahagia. Kayak, pernah jalan sama Mama ke mall dan melihat anak gadis sama
ayahnya dan ibunya bercanda belanja bareng. Atau, melihat foto cewe sama
ayahnya berdua. Damn, I miss that moment Melihat Ibu dan Ayah datang ke acara
sekolah dan memeluk anaknya bangga, sometimes it hurts. Dibilang iri? Jelas.
Gue sangat iri sama kalian yang bisa kemana mana bareng. Gak ada
patah hati yang paling sakit dibanding patah hati seperti yang gue rasakan
ketika melihat keluarga yang bahagia dan masih lengkap bersama. Sementara gue?
Harus milih. Kalau mau sama papa ya papa aja, mama ya mama aja. Gimana caranya memilih
disaat lo gak mau.
But mom, dad, you guys still the best parents for me and sist. We
are happy as long as you both too. Now, there’s no more drama. No more fight.
No more scream and yell we used to hear in the old days. We just need to shut
that memories down and welcoming new life, for four of us. We’re still family
for us. Dad may be not a good husband, but he’s a great dad for me and adek.
Also you mom, maybe you’re not a good wife, but you’re an amazing, tough and
super mom for us. There's nothing change. It's just Mom and Dad not a Husband
and Wife anymore
Papa sekarang tinggal
sama eyang, dan gue, adik-adik dan Mama menetap dirumah kami sekarang sembari
menunggu rumah Mama selesai renovasi. Gue masih bisa bertemu Papa kapanpun gue
mau. Kita berempat masih bisa jalan bareng seperti sediakala. I've forgived
him(papa) atas apa yang ia perbuat dulu. Kita sekarang masih bisa brain
storming berdua bahas apa aja. Ternyata gak sedrama seperti pikrian
gue waktu 10 tahun tadi. Mama selalu bilang “You must be a happy
girl.” dan sekarang mom, I do exactly what you want me to do.
“Nothing is broken, they just not husband and wife but still my parents.”
– Azka Corbuzier.
Jadi buat kalian yang
berkeluarga lengkap, jangan disia-siakan. Trust me, itu sesuatu yang gak bakal
bisa lo beli. Mau cari dimana pun, dari pasar sampe mall mewah, gak ada yang
jual jaminan keluarga harmonis. Bahagialah kalian, bersyukur dan jangan pernah
nyakitin hati mereka. Mungkin cerita gue biasa aja, dan gue tau masih banyak brokenhome kid
lainnya diluar yang jauh lebih kuat dibanding gue. But this is the best me. Gue
bangga sudah melalui fase tadi dengan dewasa. Menjadi cepat dewasa kadang
menyenangkan. Gue juga beruntung dikelilingi orang-orang yang sayang dan setia
denger curhatan gue. Mulai dari mama, papa, adek, sahabat, dan
temen-temen lainnya yang selalu support gue. Karena mereka, gue bisa tidak
menjadi figure ‘anak brokenhome’ yang kelam dan identic dengan anak yang
bandel, narkoba and stuff. I’m a lucky girl.
“And when they asked. ‘Do I want them to get back again?’ I said NO. All I want is them, to be happy.”
– Azka Corbuzier, a great 10 years old boy.
And that’s, my story as
a broken home kid.
Salam Bloggers,
Syalalala,
Xxhd
bangsyat blog lu yang ini ngena bgt men. gua nangis, banjir kamar gua.😭
ReplyDeletebangsyat blog lu yang ini ngena bgt men. gua nangis, banjir kamar gua.😭
ReplyDelete