Ditinggalkan atau Meninggalkan
Gue percaya, bahwa apa yang kita miliki sekarang sebenarnya
bukan punya kita seutuhnya. Contohnya aja, penghapus. Pasti penghapus tidak
akan bertahan lama di kotak pensil , dia pasti pergi. Entah diambil temen
sendiri atau memang dia memiliki ‘pemilik’ yang lebih menghargai dia dibanding
kita. Kan, bahkan penghapus aja ninggalin kalian.
Sama kayak manusia. Sadar gak sadar perlahan orang disekitar, pasti akan meninggalkan kita. Mungkin untuk sementara atau untuk
selamanya. Ada yang ingin menemui sang pencipta atau ingin menemui seseorang
yang lebih membuatnya nyaman. Selain itu, kalian juga sama. Pasti pernah ‘meninggalkan’.
Mungkin meninggalkan orang yang kalian sudah tidak nyaman bersama
ATAU
meninggalkan karena kalian merasa tidak dihargai
ATAU
bahkan meninggalkan karena menggangap diri kalian terlalu jahat, jika harus bertahan lebih lama bersama segunung kebohongan dengan dirinya.
Sahabat, pacar, gebetan, orang tua semua perlahan pasti
pergi. Sadar gak sih? Orang yang dulu kalian temui di sekolah/kampus dengan
sapaan akrab kayak “Woy!”, sekarang kalo kalian ketemu lagi setelah sekian
lama, pasti ada rasa canggung. Dan kadang, efek ditinggalkan bisa segini
drastisnya. Membuat apa yang dulu indah, jadi gak sama sekali lo pengen.
Atau sebaliknya.
Kalau dulu kalian mikir “Gue jahat gak sih pertahanin ini semua padahal gue
sama sekali gak bahagia?” sekarang kalian sudah lega, karena akhirnya kalian
berhasil pergi dari keadaan tadi, walau yang ditinggal belum ikhlas, dan gue yakin lo sendiri
sebenarnya belom ikhlas. Tapi demi kebaikan, lo rela pergi duluan untuk mencari
sesuatu lain yang bisa bikin lo nyaman, setidaknya sampai permainan ‘meninggalkan/ditinggalkan’
ngajak main lagi.
Terima gak terima, itu sudah hukum alam, saat seseorang
memutuskan untuk pergi dari suatu keadaan yang sudah tidak bikin dia nyaman lagi. Yang dimana, keihklasan lah yang harus kita punya.
Sakit memang. Tapi, akan jauh lebih sakit dan merasa
bersalah jika bepura-pura tidak ada apa-apa, tapi nyatanya? Sangat apa-apa.
Maka dari itu, sebenarnya ‘ditinggalkan’ dan ‘meninggalkan’
menurut gue, sesuatu yang biasa. Prosesnya masih sama dan akan terus sama.
Asing -> Kenal
-> Dekat -> ‘fase tidak nyaman’ -> Salah satu harus pergi.
Dari sekarang gue juga udah belajar ikhlas. Karena, mau gak
mau ‘ditinggalkan’ atau ‘meninggalkan’ ini akan gue temui bahkan sampai
akhirnya gue harus meninggalkan dunia. Sampai akhir hayat, ini harus
kita hadapi. Jadi buat apa menangisinya, toh kalian bakal deal with it sampai
akhir hayat, kan? Alih-alih menangisinya, kenapa gak kita coba ikhlas akan nya?
Kedengarannya jauh lebih menyenangkan.
Walau pasti susah, sih.
Tapi dicoba aja dulu, yuk.
Salam Bloggers,
Xxhd
Comments
Post a Comment